Indonesia adalah negara yang memiliki daratan sangat luas dan terletak pada garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis. Oleh karenanya, tak sedikit sumber daya yang dihasilkan dari potensi tersebut. Hal tersebut juga membuat Indonesia dianugerahi julukan sebagai Negara Agraris.
INDONESIA ADALAH NEGARA AGRARIS, TETAPI MENGAPA KESEJAHTERAAN PETANI MASIH DIPERTANYAKAN?
Ada pomeo yang mengatakan "kalau ingin hidup tenteram jadilah petani, kalau ingin dihormati jadilah pegawai negeri, dan kalau ingin kaya jadilah pedagang". Nampaknya kini pomeo tersebut sudah tidak sepenuhnya berlaku. Kehidupan petani jauh dari kesan tenteram dan sejahtera. Bahkan menurut Sastraatmaja (2006) petani hidup dalam suasana ketertinggalan dengan kondisi kehidupan yang mengenaskan. Kita yang selalu bangga mengklaim diri sebagai bangsa agraris ternyata masih belum meraih kemakmuran. Impor beras dan produk - produk pertanian lainnya masih saja terjadi. (Dr. Ir. Euis Sunarti, IPB)
Merdekanya negeri ini dari penjajahan ternyata belum menemukan jalan untuk memerdekakan petani tanah air. Apabila dahulu petani tak merdeka oleh karena tanam paksa, saat ini petani kita tak merdeka karena tak mendapatkan kesejahteraan. Lalu apa perbedaan antara dahulu dengan sekarang apabila intinya sama - sama menderita?
Berikut sebagian kecil kutipan dari media - media yang mengungkapkan kesedihan petani - petani Indonesia.
Undang - undang lahan pertanian pasalnya juga malah memperburuk nasib petani gurem. Hal ini diungkapkan di kompasiana.com pada 29 Oktober 2009. Undang - undang ynag disahkan oleh DPR, yaitu UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) justru menambah keresahan para petani gurem. "Sebelumnya jutaan petani gurem di Indonesia tentu berharap UU PLPPB itu dapat mengentaskan mereka dari sepiral kemiskinan yang selama ini menyesakan kehidupannya. Sepiral kemiskinan itu adalah akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan. Namun harapan petani gurem itu ternyata bertepuk sebelah tangan.UU PLPBB justru semakin meminggirkan petani gurem secara legal. Kini, nasib petani gurem laksana di ujung tanduk. Bagaimana tidak melalui UU PLPPB itu pemerintah mengijinkan masuknya korporasi besar ke sektor pertanian pangan. Artinya, harapan petani gurem untuk memiliki akses terhadap lahan pertanian secara lebih layak semakin tipis."
Resource:http://politik.kompasiana.com/2009/10/29/undang-undang-lahan-pertanian-hanya-memperburuk-nasib-petani-gurem-19584.html
Resource:http://politik.kompasiana.com/2009/10/29/undang-undang-lahan-pertanian-hanya-memperburuk-nasib-petani-gurem-19584.html
Berikut kutipan tentang nasib petani kakao yang dilansir agroindonesia.co.id pada 28 Juni 2010. "Entah apa yang ada di benak para petinggi negara kita saat memutuskan memberikan BK (Bea Keluar) 10% bagi biji kakao yang akan diekspor. Yang jelas, mereka tidak belajar dari kasus larangan ekspor rotan. Padahal, tujuan larangan ekspor rotan sangatlah mulia, yaitu agar industri mebel rotan bisa tumbuh. Namun, nyatanya, hal itu gagal total."
Ayong Winata, pemilik CV Almakmur. Seperti dilansir Detik.com pada 19 Januari 2011, mengungkapkan bahwa Pemerintah tak pernah memerhatikan nasib petani Indonesia yang pada tahun 2010 mengalami kegagalan panen akibat cuaca ekstrem dan gangguan hama. Ia juga mengungkapkan bahwasanya nasib petani saat itu sudah sampai taraf sengsara. Dikatakan bahwa petani dibiarkan begitu saja oleh pemerintah untuk mengatasi masalah di lapangan. Padahal, petani kita berpengetahuan kurang dan dananya juga terbatas.
Dilansir Kompas.com pada 18 Maret 2013, bahwa nasib petani dan masa depan pertaniannya gelap. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa menjadi petani tidak menjamin kehidupan yang lebih baik. Para petani sekuat tenaga mendorong anaknya keluar dari sektor pertanian. Selain itu, tidak ada kebijakan yang benar - benar memihak petani. Diungkapkan juga bahwa 80 persen penghasilan para petani justru bukan berasal dari sektor pertanian, melainkan dari hasil menjadi tukang ojek, buruh, tukang batu, dan pedagang kecil.
Resource:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/18/10193927/Nasib.Petani.dan.Pertanian.Makin.Gelap
Dari hasil pengamatan terhadap keadaan petani di Indonesia dari berbagai media setiap tahunnya, dapat dikatakan bahwa kehidupan petani hingga saat ini tahun 2013 masih belum mendapatkan kelayakan. Terbukti pada kutipan terakhir, media kompas pada 18 Maret 2013, dikatakan bahwa petani merasa tidak mendapatkan hidup yang layak sehingga mereka berjuang sekuat tenaga agar anak - anak mereka keluar dari sektor pertanian.
Bukan maksud kami untuk menganjurkan pembaca untuk menjadi petani, tetapi setidaknya marilah kita mendukung petani kita untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Marilah kita katakan pada pemerintah, bahwa petani Indonesia juga ingin kesejahteraan. (HDC)
0 komentar: