Beberapa hari yang lalu, lagi dan lagi aku mendengar kabar dari Garuda bahwa bangsanya sudah salah kaprah menjalani roda kehidupan. Sang Ga...

Merawat Kolonialisasi Dalam Kemerdekaan


 Beberapa hari yang lalu, lagi dan lagi aku mendengar kabar dari Garuda bahwa bangsanya sudah salah kaprah menjalani roda kehidupan. Sang Garuda bercerita tentang penderitaan dan kesengsaraan penduduknya karena salah memilih perwakilan. Memang, sudah terbilang 75 tahun negaranya merdeka, namun sekarang tentu saja negaranya sudah tutup usia dan merasakan penjajahan oleh kepentingan oligarki dan pejabat yang ingin dihormat. Bukan hal yang mengejutkan bagiku ketika mendengar itu semua dari Sang Garuda. Bagiku, semua itu sudah dijelaskan oleh Rasulullah, bahwa umur umat beliau adalah berkisar 60-70an tahun. Begitu juga umur sebuah bangsa dengan mayoritas aatu hampir semuanya umat Rasulullah. Tapi apa benar negara Garuda itu sudah tidak merdeka lagi karena ulah perwakilan-perwakilan rakyatnya?


Satu hal, keributan dan dikencangkan dengan sebuah ‘Mosi Tidak Percaya’ oleh rakyat-rakyat yang ada di negara tersebut adalah karena terlalu bebalnya para wakil yang sok mengetahui urusan rakyat dan sok mengetahui mana yang baik bagi rakyat. Bagiku sederhana, terlepas itu benar atau tidak, jika rakyat mereka sudah banyak yang menolak, berarti itu tidak baik, walaupun mungkin saja itu benar. Jika para wakil mengejar kebenaran tanpa mempertimbangkan kebaikan, dan keindahan, tentu saja namanya ketidakseimbangan bernegara. Terleih, negara Garuda itu cahayanya justru terpancar ke seluruh jagat raya sebab keindahan dan keanekaragaman yang ada. bayangkan saja jika ribuan suku di negara tersebut mengejar kebenaran menurut versinya masing-masing, tentu saja akan terjadi peperangan besar yang akan merepotkan malaikat-malaikat, apalagi pejabat. Hanya saja, rakyat dengan beragam warna itu sudah terlatih untuk menciptakan kebaikan dan keindahan. Dan tugas rakyat terberat dari semua itu  adalah mengajarkannya kepada wakil-wakil terhormatnya.


Sang Garuda juga menambahkan, kisruhnya negara Garuda disebabkan hanya karena wakil-wakil terhormat itu mengesahkan Undang-Undang Cipta kerja, begitu mereka memberikan nama. Ketika aku tanya apa saja isi Undang-Undang itu, Sang Garuda hanya menggelengkan kepala. Loh, bagaimana bisa penguasa tak kasat mata dari sebuah negara, yang namanya selalu dijadikan simbol kekuatan ideologi malah tidak mengetahui isi-isi Undang-Undang tersebut. Ternyata, eh, ternyata, masih belum ada yang mengetahui isi final dari Undang-Undang tersebt. Loh, belum ada yang mengetahui kok sudah disahkan? Ternyata, eh, ternyata wakil-wakilnya sibuk menyembunyikan hasrat di dalam kepentingan rakyat.


Kini Sang Garuda hanya bisa berpasrah melihat keadaan negaranya. 75 tahun sudah negaranya merdeka dari kolonialisasi bangsa asing, dan kini mereka semua merasakan kolonialisasi oleh bagian dari dirinya sendiri.


Kenapa wakil mereka tidak mengalah saja dan membatalkan Undang-Undang itu, ya?


Sang Garuda punya jawabannya sendiri, ia mengaku bahwa wakil-wakil yang sekarang menjabat bukanlah dari suara rakyat, melainkan dari hasil kampanye yang menggunakan modal, terlebih setiap individu disana tidak merepresentasikan rakyat, melainkan ego-politik dalam partai masing-masing. Tidak ada wakil petani, tidak ada wakil pedagang, tidak ada wakil cendikia, tidak ada wakil pengusaha, tidak ada wakil guru, tidak ada wakil pemuka agama, tidak ada wakil orang susah, tidak ada wakil orang kaya, semua yang bekerja mengatasnamakan ‘wakil’ hanya bekerja untuk mewakili partai dan mengakomodasi kepentingan kolektif dalam partainya. Negara Sang Garuda sekarang sedang dijajah oleh lebih dari 30 organisasi politik. Semuanya mungkin gagal untuk mewakili rakyat. Dan semua yang aku jelaskan, bukan dari aku, melainkan dari Sang Garuda. Jika ingin menggugat, gugat saja simbol negaramu sendiri. Karena simbol itu saat ini hanya sekedar simbol, nyawanya pun terbang ke angkasa, Sang Garuda kini bebas dari jeratan kekuasaan.


Terlepas dari itu semua, tentu kita harus mendo’akan saudara-saudara kita yang ada disana. Dan semoga, kejadian serupa tidak terjadi di negara kita, Indonesia.

0 komentar: