Hujan. Kasur. Sendiri. Adakah yang pernah mengkombinasikan tiga hal itu dalam hidupnya? Atau, mungkin saja, sebagian besar pasti pernah...

Mengingat Hujan


Hujan. Kasur. Sendiri. Adakah yang pernah mengkombinasikan tiga hal itu dalam hidupnya? Atau, mungkin saja, sebagian besar pasti pernah. Orang yang lapar pasti lekas memasak indomie dimakan dengan nasi. Atau, banyak juga yang berbaring di atas kasurnya sambil menghirup aroma tanah basah, mendengarkan air yang saling berlomba menghantam tanah. Bisa jadi, ada yang tak sempat merasakan semua itu karena ia terjebak dalam perjalanan, akibat hujan. 

Entah pengalaman apapun saja tentang hujan, ia punya potensi besar untuk dikenang, sampai menjadi bahan renungan dalam kegalauan. Suatu saat nanti. Ia pasti memenuhi pikiranmu.

Apa aku pernah? Jawabnya, sudah jelas, iya.

Aku masih mengingat kenangan hujan ketika aku masih kecil. Saat itu, ibuku melarang aku hujan-hujanan, lalu diam-diam aku keluar lewat jendela dan bermain sepak bola dengan teman desa, kala hujan. Aku tahu, ibuku pasti marah. Namun, kalau sudah terlanjur basah karena hujan, ibuku bisa apa selain membiarkanku sampai pulang dengan sendirinya. Lagipula, aku hanya bermain sepakbola di dekat rumah. Oh, tidak. Bukan hanya sepakbola. Aku berlarian keliling desa, memanggil-mangil teman-teman yang berlindung di dalam rumah. memancing mereka agar ikut ambil bagian dalam perayaan kegembiraan. Bagi kami. Bukan kegembiraan untuk ibu yang dibebani cucian dari baju basah kami. 

Oh, tidak hanya itu. Kami bermain di depan rumah tetangga yang diatasnya ada pipa saluran air. kami berdiri dibawahnya, dan “Byuur” rasanya seperti air terjun. Apalagi ya. Iya, setelah hujan sedikit redah, kami membeli “krupuk bumbu”, hanya lima ratus perak kala itu, tapi kami sudah mendapat banyak sekali. Setelah semua berhasil dituntaskan, aku pulang dengan menyiapkan mental akan dimarahi. Aku dengarkan saja, sambil mandi. 

Hahaha. Kalau diingat-ingat lagi, seru juga ya. Jaman ketika masalah dan ketakutan terbesar kita hanya dimarahin orangtua dan PR Matematika yang lebih susah daripada contoh dan bahasan di sekolah. Jatuh cinta pun masih cinta monyet yang tidak mengenal sakit hati sampai harus mengurung diri di kamar dan mendengarkan murotal setiap hari. Ups, ini membahas hujan ya. Skip.

Aku ganti dengan cerita hujan lainnya. 

Ketika aku sudah di perguruan tinggi, hujan memberi dampak yang berbeda untuk hidup dan perkuliahanku. Di kos, hujan, dan ada jadwal kuliah. Jika hujan masa kecil membuatku sangat gembira dan aktif, lain halnya dengan hujan masa menjadi mahasiswa. Justru, ia seperti racun yang melemaskan badan dan mempunyai efek samping ‘kantuk’ tak berkesudahan. Berangkat uliah atau menemani bantal yang tergeletak? Satu-satunya pertimbangan adalah jatah bolos, jika masih ada jatah bolos, ah sekali saja tak apa. Jika sudah habis jatah bolos, ia akan berjuang mati-matian menerjang hujan. Melawan petir. Ia berjalan sok menjadi pahlawan ketika sampai kampus. Pahlawan kesiangan. Yang terpaksa hujan-hujanan karena ingin menyelamatkan daftar hadir demi bisa lulus mata kuliah itu. Pret.

Tapi, hal itu tidak akan terjadi untuk mahasiswa tingkat akhir yang hanya punya skripsi sebagai standar kelulusannya. Aku, saat itu berada di penghujung jalan kelulusan. Skripsi adalah satu-satunya tugas selama kurang lebih satu tahun. Di sebuah kontrakan berisi lima mahasiswa ‘gendeng’ lainnya. Apa yang kami lakukan saat hujan? Tiga orang berkumpul di satu kamar dan bermain ‘game’ di laptop. Satu orang sibuk mengetik transkrip untuk skripsinya. Satu orang kerja di warung kopi. Satu lainnya pulkam untuk berjumpa dengan istri. Namun, ketika ada bakso lewat depan pintu kontrakan, semua kompak membeli. Kuah banyak, pedas, dan ditambah ‘belungan’ untuk ‘krokot-krokot’. Sumpah, enak sekali hujan saat itu. 

Tapi, ada saatnya ketika hujan, kami di kamar masing-masing dan tidur. Menikmati suara hujan dan petir, dan merasakan lembab dan dinginnya tanah Malang. Hmm..dan satu orang yang mengerjakan transkrip tadi tidak ikut tidur, ia terus mengetik sampai pagi. Dan baru tidur, saat laptopnya mati dan ketikannya belum di save. Mampus!!!

Jadi, teman, kenangan apa yang ada saat hujan bertemu denganmu? Jangan yang galau-galau ya, aku muak!

0 komentar: