Konon,
dahulu bangsa Atlantis ini dulu
sangalah makmur, kaya, dan damai. Namun semenjak Atlantis berubah nama menjadi Negara ‘Ya Allah’, semua aspek sosial, akademika, religi, politik, dan
lainnya menjadi nggedabrus dan hanya
perlu disikapai dengan kata ‘Ya Allah’ pula. Dahulu, katanya, orang-orang
bangsa atlantis lebih mengedepankan dan menyeimbangkan antara metafisik
(religi) dengan ilmu katon. Namun saat ini, Negara ‘Ya Allah’ ini masih berusaha menyeimbangi religi dan katon dengan
cara yang ‘Ya Allah’ juga. Atau mungkin bisa dibiang dengan sifat kanak-kanak.
Susah
mencari orang yang baik di negeri ‘Ya
Allah’ ini. Kalau mencari orang yang benar, di negeri ini melimpah ruah
orang benar. Hanya saja, sedikit orang baik dan orang mengindahkan kebenaran
disini. Katanya, negara ‘Ya Allah’ ini
sangat religius, tapi religiusitasnya masih bersifat kanak-kanak. Beragama dengan
meyakini bahwa kelompok dan ajarannya yang paling benar. Sedang output
kebenaran mereka, tak ada yang indah dan baik. Saling menyalahkan satu sama
lain. Saling menentang satu sama lain. Apalagi, di Negara ‘Ya Allah’ ini teknologi sedang berkembang pesat. Barang dagangan
yang bernama media sosial menjadi wadah bukan untuk bersosial, melainkan adu
serang kebenaran tanpa mempertimbangkan kebaikan dan keindahan; atau biasanya
disebut ‘akhlak’.
Ada
hal yang lebih menggelitik di Negara ‘Ya
Allah’ ini. Politik. Jujur, disini saya melihat politik menjadi acuan dan
sudut pandang bahkan ideologi massal yang digunakan dalam melihat apapun. Terlebih
lagi, situasi politik di negeri ini masih terjadi dualis yang cukup kuat dari
dua kubu tersebut. Sehingga penduduk ‘Ya Allah’ ini masih berpikir seperti
anak-anak. Berpikir hanya antara benar dan salah, hitam dan putih. Yang kubu A
mengait-ngaitkan peristiwa untuk menjatuhkan kubu B, sedang kubu B berusaha
mengimbangi agar yang lain tahu bahwa yang salah kubu A.
Secara
tak langsung, Negara ini sudah terpecah. Ditambah lagi, suasana media yang
memanas. Sindir sana sindir sini. Seakan manusia kehilangan presisi berpikirnya
untuk mengambil dan mengolah input menjadi kebaikan dan keindahan, akhlakul
kharimah.
Seperti
anak kecil sih, tapi ini mungkin proses pendewasaan bagi negeri ini. Ya semoga
negeri ini menjadi dewasa sebelum kedatangan kehancuran mendahuluinya.
Saya
yang bukan dari Negara ‘Ya Allah’ ini
berharap, agar apapun kebenaran yang kita yakini, apapun parpol yang kita
pilih, siapapun orang yang akan kita tunjuk, tidak membuat menjadi hancur. Karena
kebenaran itu cukup kita yakini, tanpa melukai kebenaran yang lain. Kamu boleh
meyakini Partai Garingnda namun
output sosialnya harus bersifat baik kepada siapapun, bahkan kepada oposisi
anda yang dari Partai PEDE ih.
Kalau
di negeri saya sendiri sih masih aman, makmur, tentram, tidak ada kerusuhan. Saya
tinggal di negera Indonesia. Disini, masyarakat sangat baik sekali. Keberagaman
sangat wajar dan makanan keseharian. Social media bukan acuan kebenaran. Kedewasaan
menjadi sifat kami disini. Politik menjadi alat berbuat baik. Dan agama,
menjadi pemersatu perbedaan dan benteng iman mempertahankan negeri ini. Disini taka
da teroris dan pengeboman. Kabarnya, di Negara ‘Ya Allah’ banyak teroris ya? Kami disini hanya bisa mendo’akan
agar negerimu menjadi sama seperti negeriku, Indonesia.
Salam,
dari penduduk Indonesia untuk seluruh masyarakat Negara ‘Ya Allah’.
0 komentar: