Apakah kalian pernah merasakan
kehidupan yang diri kalian rasa-rasanya berada di titik atau tahapan paling
terpuruk? Aku penasaran, jika pernah, bagaimana kalian menyikapinya sehingga
saat ini, kalian masih bisa bertahan dan berproses dengan kehidupan yang bisa
dibilang, lebih kejam dari sebelumnya. Sepertinya, sawang-sinawang itu memang perlu, untuk menciptakan rasa syukur
terhadap diri sendiri. Tapi, di saat waktu yang bersamaan, aku ingin merasakan
yang oranglain rasakan. Aku ingin tahu bagaimana penderitaan mereka, dan
bagaimana kebahagiaan mereka. Menggiring rasa agar menjadi satu frekuensi
dengan yang lainnya memang terlihat tak mungkin, karena rasa tak bisa
dideskripsikan. Rasa hanya bisa dirasakan.
Aku terkadang sangat iba dan
kasihan kepada orang lain tanpa tahu kenapa saya harus kasihan. Tapi, aku mulai
berpikir, jangan-jangan orang lain juga merasa kasihan ketika melihatku.
Ternyata hidup itu bukan atas dan bawah, bukan kalah dan menang, dan bukan
garis vertikal atau horizontal. Hidup itu melingkar, dan kita menyatu dalam
lingkaran bersama lainnya.
Ketika kita merasakan sesuatu
apapun, ada frekuensi yang terkirim untuk menggetarkan seluruh rangkaian
lingkaran atau bulatan tersebut. Dalam artian, orang lain bisa merasakan
sedikit apa yang kita rasakan, walau rasa yang orang lain rasakan tak sepresisi
dengan apa yang kita rasakan. Karena untuk mendistribusikan sebuah rasa
keseluruh bulatan itu, ada waktu dan jarak tempuh. Dan setiap individu berada
pada ruang dan waktu yang tak sama.
Kalian pasti pernah mendengarkan
suatu terminologi timbal balik antara individu dengan alam, dan individu dengan
Tuhan. Ya, kita dalam satu bulatan hingga Tuhan masuk dalam bulatan tersebut.
Ada istilah, jika kita berbuat positif maka alam dan jagat ini akan mendukung
dan memberikan energi positif pula kepada kita. Ada kosmos dan dimensi yang
sekiranya tak dapat dijelaskan secara benar. Tapi aku mempercayainya, karena
ada malaikat yang bersanding dengan kita. Jika hal positif tersebar, hal-hal
yang tak kasat mata inilah yang menyusun rantai-rantai positifnya. Bahkan alam
juga akan turut mendukungnya.
Dengan Tuhan? Ada istilah, “Ana Indhadhoni Abdibi”, Aku tergantung
pada prasangka hamba-Ku. Kiranya disini semakin jelas, bahwa frekuensi rasa
kita akan dimanifestasikan oleh seluruh komponen jagat kita menjadi seperti apa
yang kita sangka dan harapkan. Bahkan Allah sudah membuktikan dengan dalil
diatas.
Maaf, topiknya terkesan sampah.
Lagi ingin nulis aja. Hehehe. But, semoga
bermanfaat.
0 komentar: