Menjelang pemilihan presiden tahun ini,   Dullah sibuk mengamati tren politik di media sosial melalui telepon pintar miliknya. Da...

Jokowi dan Prabowo Ibarat Gethuk




Menjelang pemilihan presiden tahun ini,  Dullah sibuk mengamati tren politik di media sosial melalui telepon pintar miliknya. Dari instagram, twitter, dan facebook, rupanya sentimen dan skema alur perpolitikan pra-coblosan masih sama. Secara garis besar, semua terbagi dua; 01 dan 02. Ritme permainannya pun sama, jika di twitter, netizen menggaungkan perang hashtag, di instagram menggaungkan video atau foto saling serang, dan di facebook narasi panjang yang sebenarnya tak berimbang.

Melihat kejenuhan dan kemuakan politik saat ini, Dullah menghela napas panjang dan kemudian bergegas pergi meninggalkan markas karangtaruna. Ia berjalan, dan pasti, di suasana seperti ini, langkah kakinya akan mengarahkan ke kediaman Farid. 

Seperti kebanyakan hari biasa, Farid selalu Nampak di posisi duduknya ditemani secangkir kopi, bergandengan dengan buku yang sejujurnya sudah dibacanya lebih dari dua kali. Tanpa basa-basi, Dullah menghampiri dan langsung memosisikan pantatnya bersebelahan dengan Farid.

“Rid, seperti biasa. Kopi satu ya.” Dullah langsung berkata kepada Farid yang masih terlihat serius membaca.

“Kebiasanmu, Dul. Gulanya habis.” Balas Farid menyikapi perkataan Dullah dengan sewajarnya.

“Ya gak usah gula, rid. Gitu saja repot.” Dullah membalas, berharap kopi pesanannya segera disajikan.

“Dikira warung kopi. Edan.” Farid berdiri dan masuk ke dalam rumah untuk menyajikan kopi tamunya.

Seperti biasa, Farid dan Dullah bagaikan dua sejoli yang kiranya sudah menjadi belahan hati untuk masalah teman diskusi. Keduanya sering berbeda pendapat dalam segala topik diskusi. Keduanya sering berbeda dalam menyikapi suatu hal. Namun, keduanya saling mengisi dan memperkaya perspektif. Jika Dullah bertemu Farid, pasti sudah bisa ditebak arah diskusinya, Indonesia.
Farid telah muncul kembali dengan membawa secangkir kopi dan meletakkannya di meja depan Dullah. 

“Kamu sudah nentukan pilihan presiden, Rid?” Dullah langsung menembak Farid dengan pertanyaan itu.
 
“Hmm… Wajib a iku?” Farid bertanya kembali.

“Makruh kayaknya.” 

“Kata MUI wajib, Dul.”

“Kataku makruh.” 

“Kok bisa makruh?”

“Lihat saja sosmed, isinya perang terus. Kalau dengan memutuskan pilihan bisa menjadikan pertemanan, persaudaraan, dan kehidupan bernegara hancur, apa hukumnya menentukan pilihan?”

“Mungkin juga bisa haram ya Dul. Karena tindakan tersebut justru menimbulkan kerugian kolektif.” 

“Kalau haram ya jangan lah, kasihan, itu kan pesta demokrasi. Walaupun untuk saat ini, mungkin tidak bisa disebut ‘pesta’. Kalau frontal haram, ya jangan lah, makruh saja. Untuk menggugurkan kewajiban berdemokrasi.”

“Nanggung, Dul. Rokok yang makruh saja banyak yang mau kok. Apalagi ini masalah pilpres, takutnya kalau masih di makruhkan justru malah banyak yang mau.”

“Jangan samakan pilpres dengan rokok, rid. Rokok itu nikmatnya justru kalau di haramkan, yaa makruh, masih lumayan enak lah. Kalau pilpres, seharusnya enaknya bukan hanya sekedar di haramkan, kalau ada hukum di bawah haram, itu yang lebih pantas.” Dullah menekankan pernyataannya.

Wahh.. makar ini, makar. Ati-ati, le. Nanti ter-cyduk.”

“Bukan makar, kalau kondisinya terus-terusan seperti ini kan bahaya juga, rid. Sekarang kita pikir saja lah, kedua pihak bilang menggandeng ulama, kedua pihak bilang pancasilais, keduanya bilang paling NKRI, keduanya beranggapan yang paling benar. Ibarat kata, kita ingin beli gethuk, tapi pasar menyidangkan dua pilihan gethuk. Eh.. pasar bilang menyajikan gethuk, tapi yang muncul di hadapan kita ini bukan gethuk, tapi makanan berasa gethuk.”

“Maksudnya Dul?”

“Gini. Semua mengklaim bahwa dirinya adalah gethuk. Mereka bilang dirinya lah yang paling gethuk. Sedangkan gethuk saja punya banyak varian rasa. Gethuk rasa pisang, gethuk rasa gula. Loh aku iki butuh gethuk sing gethuk, bukan gethuk sing rasanya saja yang gethuk.”

“Masih gak mudeng aku, Dul.”

Yasudah, pokoknya makruh.” Dullah menutup bahasan.

0 komentar: