Setiap manusia pasti pernah terluka, dan bagian paling
menyiksa dari terluka bukan perihal ikhlas atau tidaknya hati kita. Bagian terberat
dari terluka adalah kenangan yang sering datang tanpa diduga.
Sore tadi, aku menuntaskan janji yang ku buat kemarin
malam di salah satu grup WA ku yang isinya sohib-sohibku sedari kuliah sarjana.
Rasanya, sudah lama kami jarang berkumpul dan bertatap muka. Tadi malam,
tiba-tiba saja grup menjadi ramai dan candaan-candaan kecil dilemparkan. Maklum,
seorang temanku baru saja putus setelah pacaran lima tahun, jadi bully-an
kepada dia jelas kami senandungkan untuk menguatkan.
Sore tadi, janji yang kami buat berlima adalah
mengobrol melalui aplikasi videocall. Dan tentu saja, sudah jelas apa agenda
kami di perjumpaan online itu. Selain menyambung keakraban, kami juga ingin
mendengarkan cerita patah hati dari seorang diantara kami. Alhasil, majelis
patah hati pun dimulai.
Dalam obrolan, Rintang (nama samaran) menjelaskan
dengan sangat detail dan gamblang tentang awal kecurigaannya pada kekasihnya. Hingga
datang di klimaks ceritanya. Sebagai orang yang juga pernah merasakan patah,
aku tidak banyak bertanya tentang hal yang mendalam, pertanyaan-pertanyaan
ringan saja yang aku lontarkan, bukan karena aku paham perasaannya tapi aku
juga pernah berada di situasi patah.
Patah hati itu wajar dan manusiawi. Terluka itu
terlahir dari ekspektasi yang berlebih. Kehilangan itu muncul karena kita merasa
memiliki. Satu hal yang membuat aku salut kepada cerita patah ini adalah
Rintang menceritakan kejadian luka yang menimpa dirinya dengan tanpa
menyudutkan pihak mantan kekasihnya. Dia menegaskan bahwa kami juga perlu
menanyakan apa yang terjadi, dari sudut pandang sang kekasih, agar berimbang.
Aku jadi mereflksikan pernyataan ini kepada kisah ku
waktu patah dulu. Saat patah, cara setiap manusia untuk menemukan healing
process yang tepat pasti berbeda-beda. Jika aku dulu, aku memilih untuk tidak
menceritakan kejadiannya kepada siapapun. Aku lebih memilih untuk berdiam. Aku juga
tidak menyalahkan mantan ataupun siapa saja. Karena kedewasaan hati bukanlah
perihal mencari siapa yang benar atau ‘aku yang paling benar’, melainkan
menerima semuanya dengan ikhlas dan menjadikan pelajaran untuk melangkah
ke depan.
Dan, aku juga bersyukur, mungkin kami berdua juga
memilih untuk tidak menceritakan apapun kepada siapa pun. Respect.
Jadi, untuk semua saja yang sedang menjaga hati
ataupun sedang patah hati. Ketahuilah bahwasannya orang yang kita saying bukanlah
milik kita. Ketahuilah waktu yang kalian habiskan berdua akan menjadi tali yang
mengikatmu saat waktu patah. Dan, ketahuilah bahwa kehilangan bukanlah akhir
dari segalanya. Karena semua butuh pengorbanan, maka jangan menganggap hanya
kita lah yang melakukan pengorbanan.
Salam Patah…..
alamaaaaak, salam patah :'( huhuhu
ReplyDeletekembali lagi memang yang paling susah ini mengendalikan nafsu, menceritakan atau tidak cerita soal mantan juga soal bagaimana mengendalikan nafsu, nafsu, nafsu jangan jadi musih ya!
saya suka dengan kata-kata terakhirmu, Om. sungguh inspiratif!
ReplyDelete