Lahan yang semakin tergerus oleh bangunan, gedung-gedung pencakar langit, pabrik-pabrik, tempat perbelanjaan modern, setiap hariny...

Kokohnya Kelapa Sawit di Bumi Yang Sakit



Lahan yang semakin tergerus oleh bangunan, gedung-gedung pencakar langit, pabrik-pabrik, tempat perbelanjaan modern, setiap harinya terbangun menggerus lahan. Desa yang sudah seperti kota, kota yang semakin menjadi ultra-city. Sama halnya dengan apa yang terjadi di Kalimantan. Pulau dengan beragam fauna dan mendapat label paru-paru dunia, kini sedang berpotensi menjadi pulau kaya yang mengabaikan kesehatan paru-parunya.

Kelapa sawit, menjadi perkebunan yang semakin hari semakin meluas di daerah Kalimantan, terutama Kalimantan Barat. Perkembangan sektor perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat memang mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, hampir sepertiga kawasan Kalimantan Barat telah menjadi lahan kelapa sawit. Hal yang menyebabkan maraknya komoditas kelapa sawit dalam masyarakat Kalimantan adalah karena sangat menguntungkan bagi masyarakat. Lagi, faktor ekonomi mendesak masyarakat mengorbankan keanekaragaman hayati yang dimlikinya.

Realitas yang terjadi dalam pengembangan bisnis kelapa sawit adalah masyarakat berbondong-bondong mengalih-fungsikan lahan mereka menjadi lahan kelapa sawit demi  keuntungan yang berlimpah. Salah satu korban kelapa sawit adalah hutan yang terus dikonversi menjadi lahan perkebunan. Tentu saja hal itu sangat diminati para investor karena lahan yang dituju adalah wilayah hutan. Dengan kata lain, sebelum berinvestasi para investor sudah mendapat keuntungan besar berupa kayu dengan harus menyertakan ijin pemanfaatan kayu kepada pihak pemeritah.

Terjadinya fenomena itu menyebabkan keanekaragaman hayati di Kalimantan menjadi lebih homogen. Tentu saja hal yan demikian akan menyebabkan berbagai faktor akibat yang sangat signifikan. Berikut adalah beberapa gambaran dampak yang terjadi akibat perluasan kawasan perkebunan kelapa sawit:

1. Pembukaan lahan sering dilakukan dengan cara tebang habis dan land clearing dengan cara pembakaran demi efisiensi biaya dan waktu. Sangat bisa dimengerti bahwasannya Indonesia sering terjadi bencana kabut di titik-titik tertentu. Selain karena memang benar unsur kemarau, ada juga pihak yang memanfaatkannya.
2. Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas, dan konversi menghasilkan hilangnya keanekaragaman hayati yang berdampak dengan adanya menurunnya kualitas lahan disertai erosi, hama , dan penyakit.
3.Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, satu batang pohon sawit dapat menyerap 12 liter (hasil penelitian dari Universitas Riau). Selain itu pertumbuhannya juga harus diberi stimulan dari unsur lain seperti pestisida. 
4. Praktek konversi hutan juga dapat menyebabkan terjadinya bencana alam seperti longsor, banjir, dan erosi tanah.
5. Habitat orangutan yang terancam akibat meluasnya lahan kelapa sawit. Bahkan, di Aceh, ekosistem orangutan sudah sangat kritis. Ditambah, populasinya yang hanya 150 ekor, hal demikian diungkapkan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo.

Masih banyak dampak negatif yang perlu digarisbawahi dan harus menjadi urgensi demi lingkungan kita. Jika terus digunduli, bisa saja Bumi yang tak lagi kokoh ini akan tergerus oleh jenis penyakit baru ini. Terlebih, keseimbangan ekosistem dan lingkungan juga harus menjadi prioritas utama dibandingkan factor ekonomi. Jikalau, memang benar kelapa sawit membawa dampak positif yang lebih dominan, maka harus dipikir ulang bagaimana cara mengatasi sub-sub masalah atas keberlangsungan semuanya ini.

Disaat bisnis kelapa sawit semakin kokoh berdiri, disisi lain, bumi pertiwi sedang merintih. Semua, pasti, mempunyai dampak positif dan negatif. Semua, tentu, masih berkutat pada pro dan kontra. Lantas, dimanakah keadilan berpijak jika semua hanya didukung oleh serakah dan hal yang disebut ‘untuk kaya’? Nurani selalu berkata, lingkungan dan tempat kita lahir harus diselamatkan. NKRI harga mati, bukannya, uang harga mati. Jika ada solusi tengah yang tanpa merugikan keduanya, maka tangan ini pasti terbuka. Sejauh ini, saya masih berpijak pada penolakan eksplorasi yang tak menguntungkan Sang Ibu.

Jangan mengeluh jika bumi ini berbenah, jangan kaget jika tanah ini mulai menyeimbangkan. Bumi ini hanya tak ingin mati, ia hanya menyembuhkan diri. Dan manusia-manusia layaknya sadar diri.

2 comments:

  1. iya, sedih bangat soal meluasnya lahan yang dibuat kelapa sawit ini soalnya efeknya ini gak main-main. sangat merugikan jika dilihat lebih dalam lagi. terus harga lahan kelapa sawit disana itu lebih murah dan kalau petani itu punya nya lahan cuma sedikit, biaya produksinya itu lebih mahal dari pendapatan, jadinya malah cuma tengkulak yang untung banyak.

    ReplyDelete
  2. Dulu sebelum sawit, ada masa jaya Kopra, lantas karena entah karena apa, kopra dimatikan oleh industri global dengan tuduhan ini-itu sembari menyarankan sawit sebagai pengganti. setelah sawit merajai, dengan dampaknya yang bikin miris hati, kini ganti negeri-negeri eropa yang memprotes dan menolak. sebuah cerita pilu dari ibu pertiwi.

    ReplyDelete