Sang
lakon sudah lelah untuk bersembunyi, tapi dia juga enggan untuk menampakkan
diri. Bagaimana bisa dia mendapat penerimaan dari masyarakat sedangkan dia
sesorang yang sableng. Waktu itu dia sedang berdiskusi dengan seorang alim
berjenggot. Ini diskusi macam apa ya, saya juga tidak tahu. Orang yang gak
punya ilmu seperti Dullah masak berdiskusi dengan orang berilmu nan berjenggot
itu. Saya takutnya otak Dullah gak nyampai.
Pada
saat itu, mereka berdiskusi mengenai Nusantara. Pak jenggot ini berkata
“Nusantara itu beruntung agama mayoritasnya adalah Islam, coba kalau non-islam,
bisa lebih hancur negeri kita”.
Lah
dalah si Dullah ini malah mencoba menjadi kritis dengan memberikan pertanyaan
kepada Pak Jenggot. “pak, kok bisa gitu, memangnya Islam ini seberapa
pengaruhnya kepada tatanan negara?”
Pak
jenggot kemudian menjelaskan, “loh lawong Indonesia ini kan dulu bukan negara
islam, negara animisme dan dinamisme toh, itu kan negara kafir, coba kalau
sampai sekarang masih animisme dinamisme, gak mungkin makmur. Untung Islam
masuk Dul”.
Eh
jawaban Pak Jenggot yang seperti itu malah diketawain sama si Dullah. Pantas
saja jika orang tersebut menjadi marah. Saking marahnya, si Dullah sampai di
bentak. Bentakan itu membuat Dullah terdiam namun tetap tertawa kecil, kemudian
Dullah meluruskan.
“Pak,
maaf kalau lancang. Sampean tahu tidak kenapa Islam turun di Arab dan bukan di
Indonesia?”
Pak
Jenggot ini kemudian menjawab, Islam turun di Arab ya karena taakdirnya seperti
itu. Karena Arab adalah negara terpilih untuk mengembangkan Islam.
Namun,
Si Dullah ini dengan senyum kecil berbicara kepada lawan bicaranya, “Pak, Islam
diturunkan di Arab dan bukan di Indonesia itu ya karena pada saat itu Jazirah
Arab penuh dengan penyakit hati, penuh dengan kejahiliahan, penuh dengan
kenistaan, dan kondisi moral yang parah. Makanya Islam sama Allah diturunkan di
Arab, karena Arab butuh banget sama Islam. Dan kenapa bukan di Indonesia, ya
karena di Indonesia dari dulu moralnya sudah tinggi. Dari dulu sudah mengenal
norma, walaupun Islam belum sampai disini. Contohnya saja, banyak kita jumpai
petuah-petuah atau nasehat leluhur kita yang bagus-bagus, dan apakah itu
menyimpang dengan ajaran Islam? Tidak pak, mereka masih sejalan dengan ajaran
Islam walaupun Islam belum sampai sini. Kalau masalah negara kita dulu adalah
negara kafir dan non islam, ya saya akui memang terjadi seperti itu, namun saya
tidak menyalahkan. Itu semua adalah proses pencarian kebenaran leluhur kita
sebelum menemukan kebenaran yang hakiki pak, yaitu Islam. Contohnya saja, agama
animisme dan dinamisme, mereka minimal paham kalau ada kekuatan yang sangat
besar di luar diri mereka. Kemudian datanglah Hindu-Budha dengan konsep
agamanya ke Nusantara. Mereka paca pencari kebenaran yang patut diacungi
jempol. Mereka mengenal adanya Dewa Pencipta (Brahma), Dewa Pemelihara (Wisnu),
dan Dewa Perusak (Siwa). Nah apakah mereka salah kalau percaya dengan tiga dewa
inti tersebut pak?”
Pak
Jenggot menjawab kalau mereka ya jelas salah karena mereka tidak percaya dengan
Allah. Berarti mereka termasuk golongan orang yang menyimpang.
Si
Dullah pun dengan semangat langsung menjawab, “Sebentar pak sebentar, saya kan
sudah bilang bahwa ini adalah proses Nusantara untuk menemukan kebenaran.
Sedangkan bagaimana mereka sampai ke dalam kebenaran jika tidak ada orang yang
memberitahu kebenaran itu sendiri. Maksud saya, mereka dulu kan belum kenal
Islam, gak ada juga yang mengenalkan Islam dulunya. Makanya mereka mencari
sendiri Tuhan itu bagaimana, nah mereka baru menemukan tiga, kalau mereka
lanjutkan pasti mereka menemukan banyak dewa, ada 99 dewa mungkin. Nah tiga
dewa tersebut kan juga sejalan dengan asmaul husna, nama-nama baik Allah. Allah
Maha Pencipta, Allah Maha Merusak, Allah Maha Memelihara. Kan sejalan to konsep
Dewa dengan nama-nama Allah, hanya saja mereka masih menemukan tiga, belum
menemukan yang keempat, kelima, keenam, dan seterusnya. Ya inilah proses
mereka. Nah baru setelah Hindu-Budha kan akhirnya ada yang mendakwahkan Islam,
dan mereka sebagian besar menerima Islam, ya karena memang nilai Islam dan
norma di Nusantara ini sejalan. Dan akhirnya mereka memeluk Islam dan menemukan
kebenaran, karena ada yang mendakwahkan. Di fase ini kan berarti Allah mengutus
wali-Nya untuk menyebarkan to, jadi wajar kalau mereka akhirnya tahu. Bahkan
Raja Brawijaya yang terakhir kan akhirnya juga masuk Islam karena di dakwahi
oleh salah satu wali Allah. Itu loh pak proses pencarian mereka, jadi jangan
asal nuduh kafir-kafir saja, yang hati-hati kalau berbicara.”
Pak
Jenggot ini lalu terdiam sambil kepalanya manggut-manggut, seakan dirinya
merasa baru dikalahkan oleh seseorang yang gila dan bukan orang tak
berpendidikan. Tapi mau bagaimana lagi, memang dirinya lah yang salah karena
terlalu meyakini apa yang diyakini adalah paling benar. Sifat primordialis nya
masih kental, ini yang sangat bahaya, bisa menghancurkan Nusantara dari dalam.
0 komentar: