Melas
sekali nasib Dullah ini, pendidikan amburadul, pekerjaannya ya jadi pembicara
yang tidak ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar. Namanya juga orang sableng,
mana ada yang mengaharapkannya. Si Dullah ini dari kecil sudah diajari untuk
melawan sistem carut-marut. Bayangkan saja, disaat Pemerintah mencanangkan
wajib belajar sembilan tahun, dia Sekolah Dasar saja gak sampai kelas enam. Dia
melawan arus, disaat semuaa orang berbondong-bondong mengantri pembagian
sembako, dia malah melawan arus antrian untuk lekas pulang saja. Ya beginilah
hasilnya, nasibnya jadi hancur. Tapi walaupun hidupnya hancur, kehancuran itu
hanya berupa materi dan hal keduniaan. Yang bisa ditangkap mata deh intinya.
Percaya atau tidak, si Dullah ini walaupun gak pernah sekolah tapi dia seneng.
Lah kok bisa seneng? Gimana gak seneng kalau dia menjadi manusia yang sangat
implementatif. Disaat oranglain ngomong yang terlalu tinggi dan kelakuannya gak
sesuai omongannya, si Dullah ini malah sebaliknya, ilmu yang diterimanya
langsung dimanivestasikan menjadi perilaku. Bagi Dullah ya gampang, kan otaknya
masih kosong. Dan yang harus diamalkan juga sedikit, kan ilmunya juga masih
sedikit. Beruntung deh dia gak sekolah dulunya.
Orang-orang
kalau si Dullah datang selalu merasa bahwa dia adalah orang pintar, karena
ngomongnya tinggi seakan-akan dia lulusan dari universitas terbaik di tanah
air. Namun nyatanya, dia hanya pintar ngomong ngalor-ngidul saja. Ya baru kali
ini orang berpendidikan bisa diceramahi sama Dullah yang otaknya masih enteng.
Saking entengnya, dia kalau berjalan kepalanya selalu terangkat karena tertiup
angin. Ya mau bagaimana lagi, dia ya nyoba sombong sedikit lah, masak sudah
bodoh terus gak boleh sombong, gak asyik hidup ini jadinya. Kalau orang pintar
kan sombong sudah wajar, dan bahayanya orang pintar kalau sombong itu dia
berdosa, karena ada hal yang disombongkan, yaitu wawasannya. Nah si Dullah mah
spesial, dia sombong mah gakpapa. Gak dosa, toh kalau sombong, yang disombongkan
itu apa? Wong otaknya di dengkul kok. Ya gak dosa, malah diketawain
orang-orang.
Owalah
lah Dullah, hidupmu bagai daun gugur yang tertiap angin. Bisa terbang tinggi
namun sebenarnya ia tak berharga. Walaupun daun itu dipandang tak berharga oleh
semesta, namun ingat daun yang tertiup angin itu bisa sampai ke atas, dengan
terbang.
Begitu
juga dengan Dullah, hidupnya enteng bagai daun. Mudah ditiup angin, dan Dullah
selalu diremehkan orang-orang. Dicaci, dimaki, dihina, makanan sehari-harinya.
Namun karena sering diremehkan, Allah membimbingnya hingga sampai menuju
Tuhannya, dan menemukan keimanannya.
0 komentar: