(source :http://nanosmartfilter.com) |
Beberapa waktu
yang lalu, saya mencoba untuk memikirkan topik menulis untuk minggu ini.
Tiba-tiba saya mendapat wangsit dengan
ditambah bakso dan minumnya Es Teh. Hmm..Pangsit keles. Oke maaf, maksud saya, saya mendapat pandangan untuk
membahas tentang air, air mata karena ditinggal dia yang sekarang entah kemana.
Eh kok jadi gini. Oke kembali ke laptop. Sedikit hidrolog nih bahasannya. Tapi
memang, ini agak serius, karena akan menjadikan pijakan kita dalam mencari
keseimbangan dalam hidup.
Sebelum masuk ke
bahasan, saya ingin mengajak anda untuk mengingat-ingat tentang kapan anda
semua bisa renang. Jika anda mengingat kembali masa sebelum anda
bisa renang, akan ada fase tahapan dimana anda harus berada di kolam yang masih
dangkal, atau bahasa inggrisnya cetek.
Dalam fase kolam cetek ini, anda
sebenarnya paham bahwa tak selamanya anda bisa disana, menikmati kolam yang cetek. Ya kali, masak udah umur 30
tahun, tapi anda masih main air, renang gaya gayaan sama anak kecil umur lima tahun, kan memalukan.
Oke, saat berada
di dalam kolam yang dangkal, standar keberanian kita cenderung tinggi. Karena tak
ada ancaman tenggelam, wajar, tubuh kita tak tenggelam dilahap air kolam.
Berbeda dengan kolam yang tinggi yang lebih dari kemampuan batas tinggi tubuh
kita, disana kita perlu nyali yang lebih tinggi dan perlu keseimbangan agar tak
tenggelam. Disini, perlu diingat, kolam dangkal hanya untuk tahap membiasakan
diri dan tahap belajar paling dasar.
(Ya, jadi intinya mau bahas apa pakdhe?) iya bentar masih mikir ini.
Jadi gini, kita masuk ke hal yang
lebih aplikatif ya. Kita coba elaborasi antara kolam dan kehidupan. Dan
kehidupan di kolam. Hmmm…. -_-
Kali ini serius.
Saya disini akan
memakai beberapa terminologi yang saya adopsi dari kolam dan renang; cetek, dalam, menyelam. Tiga kata tersebut
akan menjadi keywords pembahasan
kita.
Dalam hidup,
apalagi kehidupan sekarang yang sudah tidak dibatasi lagi akses intra-sosial
dan ekstra-sosial. Kehidupan yang sudah tak mengenal jarak dan waktu, semua
bisa diakses. Itulah yang disebut millennial. Zaman milenial ini merupakan
zaman dimana banyak sekali tantangan. Akses global mulai menjadi makanan lokal.
Sedangkan akses dan pemahaman lokal, disikapi dengan dua pendekatan; usaha
mempertahankan dan usaha melupakan.
Dalam benturan
antara zaman, sewajarnya kita perlu meng-upgrade
kemapuan diri dan wawasan kita. Arus yang kita hadapi semakin kuat dan
deras. Hanya ada dua pilihan, terbawa arus atau bertahan melawan arus. Salah
satu contoh manusia yang terbawa arus adalah manusia yang tak punya kesimbangan.
Kuda-kuda nya tak kuat. Sudah tau bahwa dia akan menghabiskan waktu dalam arus
air, ia tak punya kemampuan berenang, bahkan nihil dalam menyelam. Pemahamannya
bagaikan kolam yang cetek. Dan ingat,
dalam kolam yang cetek kita tak
menemukan sensasi menyelam. Kita tak menemukan sensasi berenang. Kita hanya
merasakan pemahaman sensasi bermain-main air.
Sekarang kita
coba lebih meluas dan mencoba tarik garis antara cetek dan wawasan. (sudah
kubilang kan, bakalan serius. Entah kesurupan apa aku ini, bisa nulis seperti
ini). Perkembangan, menuntut kita menjadi manusia yang berwawasan luas dan
mendalam. Butuh pemahaman komprehensif dan lebih deskriptif dalam menjabarkan
dan merumuskan masalah untuk mencari titik temu jawaban yang lebih akurat.
Mari kita runtut,
ada berapa prahara yang membuat kita gaduh belakangan ini. Saya tidak akan
mengatakan kebenaran ada pada salah satu pihak. Karena ini bukan mengenai
kebenaran, ini masalah kebaikan dan keindahan. Wawasan yang cetek akan menghasilkan jalan keluar
yang periodik. Menghasilkan analisa yang kurang pas. Ibarat renang tadi, kita berada di kolam yang cetek yang basah ya kaki kita saja, atau
paling pol ya sampai pinggang. Namun
jika wawasan yang dalam, bahkan melebihi kemampuan batas tinggi tubuh kita,
itulah yang indah. Kita dapat menyelam, mendalami dasar dari permasalahan,
membuat tubuh kita memang benar-benar tengelam dalam wawasan ilmu-Nya. Melihat
lebih presisi. Melihat dengan standar holistik. Kita bisa melihat semua yang di
dasar. Dan kita bisa menyimpulkan permasalahan beserta jalan keluarnya ketika
kepala kita sudah kembali ke permukaan.
Memang untuk
menyelam, butuh ketahanan, nafas yang panjang. Tidak semua bisa seperti itu.
Memang untuk mengatasi semuanya butuh ketahanan, butuh nafas yang panjang agar
selama menyelam, kita bisa memilah dan memilih masalah agar terselesaikan. Dan
ketika kepala sudah sampai kembali ke permukaan, bebaslah kita menghirup udara
lagi. Udara pembebasan yang akan menghantarkan masalah menjadi tidak masalah.
Hal ini, perlu
diingat, pernah dilakukan oleh Bima dalam menemukan Dewi Ruci. Menyelami
kesadaran dan pengetahuannya, hingga Sang Bima merasakan kehampaan atas
ketiadaannya. Dalam masa ketiadaan, justru ia menemukan Keagungan.
Tapi tidak
masalah, jika ada yang masih bermain di kolam yang cetek. Karena, hakikatnya manusia berjalan menuju cahaya, mencari
cahaya. Burung berhijrah ke tempat yang lebih baik setiap periode waktu
tertentu. Jika ada tanaman di dalam ruangan yang dekat jendela, ia akan lebih
condong menghadap jendela karena ia butuh ber-fotosintesa. Mana ada makhluk
yang tida bergerak pada kebaikan. Begitu pula dengan manusia di kolam cetek, ia tak akan selamanya tahan
disitu. Mereka akan bosan, dan mencoba untuk belajar berenang, terlebih
menyelam. Percayalah. Saya juga baru dua atau tiga tahunan ini bisa berenang
dan menyelam. Sebelumnya, saya hanya sekedar gaya-gayaan di kolam.
Wassalam………..
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi togel Sgp mbah jambrong
ReplyDelete