Manusia, sebuah
makhluk karya Agung dari Tuhan, yang jika dibanding makhluk lain, manusia lebih
imajiner, lebih kompleks, lebih tak bisa diatur, lebih mudah diatur. Karena
alasan apapun, ia tetap menjadi karya paripurna Tuhan, sebagai makhluk
sempurna.
Diantara
manusia, ada ribuan cerita. Yang kita barangkali tak pernah tau semuanya. Juga,
diantara manusia ada sifat-sifat anehnya. Yang kita barangkali membencinya.
Dalam diri manusia, ada yang tak sama dari kita. Yang mungkin kita paksakan
untuk sama dengan standar kita. Saya mohon, biarkan ke-aneka-an itu tetap ada. Agar, manusia masih bisa disebut manusia.
Saya, yang
menulis tulisan ini, hidup diantara kepungan manusia yang sangat istimewa,
karena saya pribadi, selamanya tak akan sanggup menjadi manusia lain. Saya,
autentik menjadi manusia yang seperti ini. Dan manusia lain, pasti menjadi
manusia lain. Terlepas seberapa besar usaha kita meniru yang lain, itu akan
tetap basi.
Diantara
manusia, saya belajar. Belajar banyak hal; akademik, spiritual, bahkan belajar
menjadi manusia. Diantara manusia, saya temukan sebuah berlian pemahaman.
Pemahaman, hanya bisa berjalan jika ada perbedaan. Jika semua dituntut sama,
dari mana kita belajar untuk paham. Dan, dalam tulisan ini, akan ku goreskan
sebuah cerita unik dari manusia-manusia (hasyem bosone kok alay ya, ku goreskan, koyok bocah labil).
Dari
Dikira Sesat Hingga Minta Amalan
Satu
Cerita Manusia
Kita tidak perlu
tahu semuanya dalam hidup ini. Pemahaman yang diambang batas wajar justru akan
mempersulit hidup kita. Sebagaimana kejadian-kejadian yang saya alami, banyak
hal-hal diluar dugaan yang kita belum tahu ilmunya datang dalam hidup kita.
Cara menyikapinya, tak perlu dengan sepenuhnya mengandalkan ilmu, cukup dengan
cinta dan kasih, then, Let God do the
rest.
Ketika SMA, saya
pernah bergabung dalam suatu Jama’ah dalam Islam, yang justru dari situ lah
saya banyak mengetahui dan belajar Islam lebih dalam. Namun, anehnya banyak
golongan yang menjelek-jelekkan golongan yang saya ikuti karena, menurut saya,
hanya masalah berbeda. Sejauh ini, saya berani mengatakan bahwa golongan
tersebut bukan sesat. Sampai sekarang, saya masih mengikuti kegiatannya (Walau
sangat juaaaaaaarang sekali). Dalam golongan tersebut, saya belajar banyak hal.
Berpakaian gamis, celana cingkrang, berjenggot, sudah menjadi hal yang lumrah
dari sejak saya SMA. Namun sekarang kenapa heboh sekali masalah itu. Saling
serang sana-sini, menuding-nuding, golongannya yang paling benar.
Dalam mengikuti
jama’ah tersebut, saya diperlakukan seperti benar-benar saudara. Mereka semua
baik, saya tak perlu meragukan hal itu. Mereka semua penuh keikhlasan. Bahkan,
saya benar-benar merasakan Iman,
karena mereka. Perlu diketahui, saya ini rusak, penuh dosa, jika tanpa kehadiran
mereka, tak mungkin saya bisa diangkat dari jurang kala itu.
Anehnya, manusia
saat ini berdakwah dengan mengandalkan atribut. Yang dilihat atributnya,
gamisnya, pakaiannya. Seakan kurang memahami inti ajarannya. Gamis dan cadar
dikira teroris. Padahal letak niat untuk melakukan teroris bukan pada atribut,
melainkan hati. Siapa yang bisa membaca hati? Atribut menjadi penentu untuk
diterima atau tidak. Letak kesesatan, bukan pada atribut yang ia kenakan. Letak
radikalis, bukan pada cadar, gamis, jilbab panjang. Apa salahnya mereka
bercadar, mungkin dari sana, ia menemukan Islam versinya. Dan tak perlu
menghina yang tidak bercadar. Mungkin disana ia mulai berproses. Menjadi lebih
baik. Karena beratnya usaha setiap orang taka da yang tahu kecuali dirinya.
Maka jangan mengjina. Dan Diantara Manusia, Ada Yang Sibuk Dengan
Prasangkanya.
Dua
Cerita Manusia
Suatu hari, saya
pergi ke kampus. Jaman maba dulu, image saya
masih tergolong alim (ini bukan saya
kepedean, saya bisa berkata seperti
itu karena teman-teman saya. Sebenarnya saya jijik menyebut diri saya sebagai alim). Ke kampus, selalu membawa Qur-an
kecil, saya letakkan di dalam tas. Setiap hari menghafal satu ayat. Karena dulu
jamannya One Day One Ayat dari ustad
Yusuf Mansur.
Saat di kampus,
sore itu, tiba-tiba datang seorang teman perempuan, dengan nangis, ia meminta
amalan atau lebih tepatnya, ia harus ngapain.
Ia baru saja menjadi korban pencurian. Kos nya dibobol, dan beberapa barang
berharganya ludes.
Bingung, karena
saya tidak tahu, harus memberi dia apa. Akhirnya, saya hanya meminta dia untuk
ikhlas. Tapi, rupanya ikhlas itu tak mudah. Beberapa waktu setelah kejadian
itu, Laptop yang baru saja kubeli sekitar dua bulan dengan uang yang ku
kumpulkan sendiri, HILANG. Saat itu,
banyak sekali ucapan yang meminta saya ikhlas. tapi, dalam hati saya berkata,
“Matane…ikhlas…ikhlas….jek anyar iki.
Ngomong ikhlas gampang, cuk.”
Sungguh, ucapan
ikhlas tak membantu saat itu. Saya salah, saya mengecewakan teman saya.
Setidaknya saat saya meminta teman saya untuk ikhlas, saya juga sudah melukai
hati kecilnya. Karena saya juga sedikit terluka saat banyak ucapan ikhlas
datang ke saya yang baru saja kehilangan laptop.
Namun, seiring
berjalannya waktu, keikhlasan itu datang sendiri. Ia hanya perlu waktu, dan
proses menuju ikhlas tidak sama. Pasti, teman saya yang kemalingan , saat ini sudah menemukan ikhlas versinya. Dan mendapat
ganti yang lebih bagus.
Diantar a manusia yang terkena musibah, ada
hal yang perlu ditekankan, bantuan moril sangat penting. Namun, empati dan
simpati kita akan lebih membantu jika kita sudah menyatukan frekuensi dengan
Sang Penerima Musibah. Ikhlas tak perlu diingatkan, ia akan datang dengan
proses autentiknya sendiri. Terlebih, ucapan ikhlas kepada penerima musibah, tidak
menjadikan perasaannya membaik. Justru akan lebih menekankan situasi dan
kondisi, bahwa ia sedang terkena
musibah. Alangkah lebih bagus, jika bantuan moril dan simpati, kita
alokasikan dengan menemani sang penerima musibah dan membantu mencarikan suatu
hal yang sekiranya bisa melampiaskan rasa nya saat itu.
Dan diantara
manusia yang berbeda, ada satu hal penting, bahwa Manusia Butuh Merasakan Hal Yang Sama Untuk Merasakan Apa Yang Orang
Lain Rasakan, Agar, Kita Tahu Alasan Kenapa Manusia Itu Berbuat Demikian.
***
Kali ini, saya
berbicara mengenai manusia. Dua cerita. Sisanya, seperti meruqyah teman, hingga
seorang teman yang ngeyel untuk bunuh
diri, akan saya tulis dalam dua atau tiga hari kedepan.
Sampai sini dulu
ya manusia, yang saya bisa melihat, bahwa dalam diri kalian akan selalu ada
yang istimewa. Temukan perbedaan untuk menambah pemahaman, dan temukan
pemahaman dalam perbedaan untuk menyatukan. Jangan goyah gais, kita semua manusia
baik. Selalu berbuat baik!!!!!
test
ReplyDelete