Manusia, sebuah makhluk karya Agung dari Tuhan, yang jika dibanding makhluk lain, manusia lebih imajiner, lebih kompleks, lebih tak...

Dan Diantara Manusia, (Bag. 1)




Manusia, sebuah makhluk karya Agung dari Tuhan, yang jika dibanding makhluk lain, manusia lebih imajiner, lebih kompleks, lebih tak bisa diatur, lebih mudah diatur. Karena alasan apapun, ia tetap menjadi karya paripurna Tuhan, sebagai makhluk sempurna.

Diantara manusia, ada ribuan cerita. Yang kita barangkali tak pernah tau semuanya. Juga, diantara manusia ada sifat-sifat anehnya. Yang kita barangkali membencinya. Dalam diri manusia, ada yang tak sama dari kita. Yang mungkin kita paksakan untuk sama dengan standar kita. Saya mohon, biarkan ke-aneka-an itu tetap ada. Agar, manusia masih bisa disebut manusia.

Saya, yang menulis tulisan ini, hidup diantara kepungan manusia yang sangat istimewa, karena saya pribadi, selamanya tak akan sanggup menjadi manusia lain. Saya, autentik menjadi manusia yang seperti ini. Dan manusia lain, pasti menjadi manusia lain. Terlepas seberapa besar usaha kita meniru yang lain, itu akan tetap basi.

Diantara manusia, saya belajar. Belajar banyak hal; akademik, spiritual, bahkan belajar menjadi manusia. Diantara manusia, saya temukan sebuah berlian pemahaman. Pemahaman, hanya bisa berjalan jika ada perbedaan. Jika semua dituntut sama, dari mana kita belajar untuk paham. Dan, dalam tulisan ini, akan ku goreskan sebuah cerita unik dari manusia-manusia (hasyem bosone kok alay ya, ku goreskan, koyok bocah labil).


Dari Dikira Sesat Hingga Minta Amalan

Satu Cerita Manusia
Kita tidak perlu tahu semuanya dalam hidup ini. Pemahaman yang diambang batas wajar justru akan mempersulit hidup kita. Sebagaimana kejadian-kejadian yang saya alami, banyak hal-hal diluar dugaan yang kita belum tahu ilmunya datang dalam hidup kita. Cara menyikapinya, tak perlu dengan sepenuhnya mengandalkan ilmu, cukup dengan cinta dan kasih, then, Let God do the rest.

Ketika SMA, saya pernah bergabung dalam suatu Jama’ah dalam Islam, yang justru dari situ lah saya banyak mengetahui dan belajar Islam lebih dalam. Namun, anehnya banyak golongan yang menjelek-jelekkan golongan yang saya ikuti karena, menurut saya, hanya masalah berbeda. Sejauh ini, saya berani mengatakan bahwa golongan tersebut bukan sesat. Sampai sekarang, saya masih mengikuti kegiatannya (Walau sangat juaaaaaaarang sekali). Dalam golongan tersebut, saya belajar banyak hal. Berpakaian gamis, celana cingkrang, berjenggot, sudah menjadi hal yang lumrah dari sejak saya SMA. Namun sekarang kenapa heboh sekali masalah itu. Saling serang sana-sini, menuding-nuding, golongannya yang paling benar.

Dalam mengikuti jama’ah tersebut, saya diperlakukan seperti benar-benar saudara. Mereka semua baik, saya tak perlu meragukan hal itu. Mereka semua penuh keikhlasan. Bahkan, saya benar-benar merasakan Iman, karena mereka. Perlu diketahui, saya ini rusak, penuh dosa, jika tanpa kehadiran mereka, tak mungkin saya bisa diangkat dari jurang kala itu.

Anehnya, manusia saat ini berdakwah dengan mengandalkan atribut. Yang dilihat atributnya, gamisnya, pakaiannya. Seakan kurang memahami inti ajarannya. Gamis dan cadar dikira teroris. Padahal letak niat untuk melakukan teroris bukan pada atribut, melainkan hati. Siapa yang bisa membaca hati? Atribut menjadi penentu untuk diterima atau tidak. Letak kesesatan, bukan pada atribut yang ia kenakan. Letak radikalis, bukan pada cadar, gamis, jilbab panjang. Apa salahnya mereka bercadar, mungkin dari sana, ia menemukan Islam versinya. Dan tak perlu menghina yang tidak bercadar. Mungkin disana ia mulai berproses. Menjadi lebih baik. Karena beratnya usaha setiap orang taka da yang tahu kecuali dirinya. Maka jangan mengjina. Dan Diantara Manusia, Ada Yang Sibuk Dengan Prasangkanya.


Dua Cerita Manusia
Suatu hari, saya pergi ke kampus. Jaman maba dulu, image saya masih tergolong alim (ini bukan saya kepedean, saya bisa berkata seperti itu karena teman-teman saya. Sebenarnya saya jijik menyebut diri saya sebagai alim). Ke kampus, selalu membawa Qur-an kecil, saya letakkan di dalam tas. Setiap hari menghafal satu ayat. Karena dulu jamannya One Day One Ayat dari ustad Yusuf Mansur.

Saat di kampus, sore itu, tiba-tiba datang seorang teman perempuan, dengan nangis, ia meminta amalan atau lebih tepatnya, ia harus ngapain. Ia baru saja menjadi korban pencurian. Kos nya dibobol, dan beberapa barang berharganya ludes.

Bingung, karena saya tidak tahu, harus memberi dia apa. Akhirnya, saya hanya meminta dia untuk ikhlas. Tapi, rupanya ikhlas itu tak mudah. Beberapa waktu setelah kejadian itu, Laptop yang baru saja kubeli sekitar dua bulan dengan uang yang ku kumpulkan sendiri, HILANG. Saat itu, banyak sekali ucapan yang meminta saya ikhlas. tapi, dalam hati saya berkata,

            “Matane…ikhlas…ikhlas….jek anyar iki. Ngomong ikhlas gampang, cuk.”

Sungguh, ucapan ikhlas tak membantu saat itu. Saya salah, saya mengecewakan teman saya. Setidaknya saat saya meminta teman saya untuk ikhlas, saya juga sudah melukai hati kecilnya. Karena saya juga sedikit terluka saat banyak ucapan ikhlas datang ke saya yang baru saja kehilangan laptop.

Namun, seiring berjalannya waktu, keikhlasan itu datang sendiri. Ia hanya perlu waktu, dan proses menuju ikhlas tidak sama. Pasti, teman saya yang kemalingan , saat ini sudah menemukan ikhlas versinya. Dan mendapat ganti yang lebih bagus.

Diantar            a manusia yang terkena musibah, ada hal yang perlu ditekankan, bantuan moril sangat penting. Namun, empati dan simpati kita akan lebih membantu jika kita sudah menyatukan frekuensi dengan Sang Penerima Musibah. Ikhlas tak perlu diingatkan, ia akan datang dengan proses autentiknya sendiri. Terlebih, ucapan ikhlas kepada penerima musibah, tidak menjadikan perasaannya membaik. Justru akan lebih menekankan situasi dan kondisi, bahwa ia sedang terkena musibah. Alangkah lebih bagus, jika bantuan moril dan simpati, kita alokasikan dengan menemani sang penerima musibah dan membantu mencarikan suatu hal yang sekiranya bisa melampiaskan rasa nya saat itu.

Dan diantara manusia yang berbeda, ada satu hal penting, bahwa Manusia Butuh Merasakan Hal Yang Sama Untuk Merasakan Apa Yang Orang Lain Rasakan, Agar, Kita Tahu Alasan Kenapa Manusia Itu Berbuat Demikian.

***
Kali ini, saya berbicara mengenai manusia. Dua cerita. Sisanya, seperti meruqyah teman, hingga seorang teman yang ngeyel untuk bunuh diri, akan saya tulis dalam dua atau tiga hari kedepan.

Sampai sini dulu ya manusia, yang saya bisa melihat, bahwa dalam diri kalian akan selalu ada yang istimewa. Temukan perbedaan untuk menambah pemahaman, dan temukan pemahaman dalam perbedaan untuk menyatukan. Jangan goyah gais, kita semua manusia baik. Selalu berbuat baik!!!!!

1 comment: