Entah ini hanya saya saja atau mungkin terjadi pada anda juga. Setiap saya membuka sosial media, berita televisi, opini seseorang, be...

Jangan Manja



Entah ini hanya saya saja atau mungkin terjadi pada anda juga. Setiap saya membuka sosial media, berita televisi, opini seseorang, berita surat kabar, yang terjadi adalah pembicaraan tentang ‘Masalah Negara’. Adu domba, korupsi, perpecahan, teroris, kubu sini vs kubu sana, politik, dan banyak lain sub bahasan yang disajikan. Yah, saya disini bukan orang pintar (secara akademik) dan juga orang pintar (semacam cenayang atau dukun). Saya hanya masyarakat biasa yang khawatir dengan kondisi semacam ini, bukan khawatir terhadap nasib jajaran pemerintahan, namun khawatir kalau tetangga saya dan masyarakat kecil yang lain sudah mulai berubah sirkulasi hidupnya, mulai cemas, hidup tak seimbang, dan takut merajalela.

Judul diatas, ‘Jangan Manja’. Bisa ditarik kepada bahasan kritik kepada yang sedang bermasalah di negeri ini. Dan juga sebuah sugesti sosial agar rekan-rekan, saudara, tetangga saya selaku masyarakat Indonesia tidak manja untuk menunggu uluran tangan Pemerintah.

Maaf saya agak pesimis untuk beberapa hal, namun sangat optimis kepada masyarakat Indonesia. Jika Singapura bisa menjadi negara maju karena regulasi negaranya sangat teratur, pemerintahan Singapura sangat disiplin terhadap rakyatnya, sangat wajar. Namun dalam renungan pagi hari tadi, saya kagum dengan masyarakat Indonesia, mereka sangat mandiri untuk bekerja, mereka sangat mandiri dengan hidup mereka, sehingga jika alokasi dana pemerintah belum masuk kepada desa dan hidupnya, mereka tidak mengeluh dan berkata ‘Ah, sudah biasa’.

Manusia mana yang kuat bertahan hidup dikala gaduh nasional ini, manusia mana yang paling kuat di dunia, yang mampu membuat strategi ekonomi keluarganya, strategi pelunasan hutang kredit sepeda motor, dan strategi yang dibuat dalam ruang lingkup keluarga, jika bukan manusia Indonesia. Oleh sebab itu saya sangat optimis dengan mereka. Kelak, disaat tatanan internsional mulai kacau, negara-negara yang lain akan panik, mencari utara namun ingin ke selatan. Sebuah regulasi hancur tak karuan. Namun manusia Indonesia akan tenang, karena mereka ‘Sudah Biasa’. Tidak hanya mereka akan tenang, mereka juga yang akan menenangkan dunia. Saat itulah, Indonesia menjadi mercusuar dunia yang memberi sinyal arah yang jelas dari kejauhan, yang memberi cahaya pada yang sedang kegelapan. Dan memberi harapan bahwa manusia Indonesia akan menjadi kapten kesebelasan karena sifat adiluhung.

Media
Saya sedikit mencoba menyinggung sedikit perihal media. Berita tentang korupsi, perpecahan, dll yang disajikan secara luas sehingga masyarakat tanpa terkecuali bisa mengaksesnya, apakah tujuannya?

Jika tujuannya untuk sekedar memberi informasi, yah itu bagus. Namun apakah pernah dipertimbangkan bahwa berita semacam itu membuat masyarakat semakin pesimis terhadap Indonesia. Selain itu juga memberikan sebuah konstruksi berpikir kolektif dalam masyarakat bahwa berita tersebut semakin membebani mereka. Seperti ini ilustrasinya,

“Ada sebuah keluarga petani, melihat berita mengenai korupsi dan perpecahan. Sebagai informasi, ini berhasil. Namun sebagai jalan keluar yang perlu dipublikasikan, ini kurang baik. Petani tersebut akan mengeluh, akan dipaksa berpikir tentang korupsi, akan mengganggu sistem psikologi mereka. Seakan berita tersebut bukan merupakan sebuah informasi, melainkan sebuah pelimpahan tanggungjawab  dimana petani tersebut juga harus memikirkan perihal negara padahal tugas utama petani adalah bertani, sedang tanggungjawab suatu negara adalah di kelompok yang diamanahi. Jika petani itu ikut terlibat dalam masalah negara, itu bukan tanggungjawabnya, melainkan sebuah partisipasi, sebuah sedekah terhadap Bangsa.”

Jadi, disinilah peran KPI seharusnya, bukan hanya yang bersifat materi saja yang disensor atau dihilangkan bagiannya, yang bersifat psikologis dan mengganggu keseimbangan juga perlu disensor atau kalau bisa dibuang. Maaf jika banyak yang tidak setuju, ini hanya jalan pikiran subjektif saya.

Kembali ke ’Jangan Manja’, pihak yang terlibat dalam suatu permasalahan jangan manja untuk mengemis kepada yang tidak terlibat. Lain lagi jika ada yang bersimpati dan berempati untuk membantu, tapi tidak bisa dengan paksaan. Jika ini terwujud, rakyat akan tahu barang matangnya, bukan barang mentah yang rakyat disuruh memasaknya sesuai selera.  Dan untuk manusia Indonesia, sifat ‘jangan manja’ malah sudah menjadi kebiasaan.

Pihak luar bisa menghancurkan Indonesia, dalam artian kelompok-kelompok yang memegang kuasa negara, namun tak bisa menghancurkan Rakyat Indonesia. Seperti, pihak luar bisa menghancurkan Islam dalam artian ulama dan pengurus-pengurus Islam, namun tidak bisa menghancurkan Kaum Muslimin.

Jadi, untuk pihak luar yang sedang berniat menghancurkan Indonesia dan menghancurkan Muslim Indonesia, sebaiknya mikir lagi. Rakyat Indonesia penuh filosofi, pelajari dulu filosofinya. Dan saya pastikan, tak akan pernah selesai engkau belajar filosofi Rakyat Indonesia. Karena kita, Bangsa Indonesia sudah lebih lama menjadi Negara Maju dibandingkan Negara kalian. Kata siapa, Indonesia ini Negara tertinggal. Negara disebut Negara tertingal, dan disebut Negara maju itu jika tujuannya sama. Menempuh jalan yang sama. Sebagai contoh, saya dan anda ingin pergi ke Surabaya dari Malang. Saya masih sampai pasuruan, anda sudah sampai Surabaya. Berarti saya tertinggal.

Begitu pula dengan Negara, jika yang dimaksud Negara maju adalah ukurannya mengenai MATERI. Maka Indonesia tidak bisa dikatakan Negara tertinggal, karena tujuan kita bukan materi. Tujuan Indonesia, murni adalah kepada hal spiritualitas.

0 komentar: