(Sumber gambar : Liputan 6) Siang kemarin, saya sempat chit chat dengan cemeweifodkhfnovg,   kami membahas tentang video terbaru ...

Jokowi dan Prabowo! Ingat Pesan Ini!

(Sumber gambar : Liputan 6)



Siang kemarin, saya sempat chit chat dengan cemeweifodkhfnovg,  kami membahas tentang video terbaru Dedy Corbuzier yang diunggah di channel pribadi miliknya. Entah kenapa, tiba-tiba kami membahas sebuah lagu yang notabene untuk anak-anak. Orang jawa tentu saja sangat familiar dengan lagu ini. Gundul-gundul pacul.

Plemik perpolitikan apapun yang sedang terjadi saat ini, menurut saya pribadi adalah hal remeh temeh. Jokowi VS Prabowo. Pertemanan yang kokoh bisa sedikit retak gara-gara itu. Berbeda pilihan politik seakan menjadi perbedaan mahdzab yang sangat keras. Rupanya, pengkafiran bukan hanya terjadi pada ruang lingkup agama. Politik pun sekarang mengarah ke sesuatu yang bodoh. Jika Rudi memilih Jokowi, maka Rudi akan dicap ‘kafir’ oleh Fuad yang memilih Prabowo. Begitu juga sebaliknya. Tentu saja, kafir disini bukan kafir secara harfiah. Atau saya mungkin bisa meminjam bahasa Tretan Muslim, siapapun yang tidak sepihak dengannya, berarti ‘Bukan Golongan Kami’.

Politik yang seharusnya menjadi jalan untuk berbuat baik, kini samar nampak menyesatkan. Perang, setiap hari terjadi di merdia-media sosial. Pesta demokrasi yang seharusnya membebaskan dan rahasia, kini menjadi sebuah wacana golongan untuk unjuk kekuatan dan kebenaran. Saya tidak mempermasalahkan itu semua, tapi ada satu hal yang ingin saya sampaikan kepada baik Pak Jokowi ataupun Pak Prabowo. Ingatlah Gundul-Gundul Pacul.

Memang, apa hubungannya politik dengan lagu para bocah ini?

Gundul-gundul pacul, gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul, gembelengan
Wakul nggelimpang, segane dadi sak latar

Ingatlah wahai para pejabat dan tokoh politik elit, kalian menjabat bukan karena kuasa partai atau kekuatan intelektual serta retorika kalian. Kalian bisa menjabat karena kekuatan dan wewenang rakyat. Maka jangan pernah sekali-kali mengkhianati juragan kalian, atau bahkan menyengsarakan juragan kalian. Hanya orang bodoh dan tak tau diri yang berani membangkang kepada majikannya. Maka, lihatlah penjabaran Gundul-Gundul Pacul ini agar kalian paham!

Gundul, adalah botak atau tidak mempunyai rambut. Sedangkan rambut adalah simbol dari mahkota. Tokoh dalam lagu tersebut tidak mempunyai mahkota (rambut), sehingga letak kemuliaannya bukan pada rambut melainkan pada Wakul yang ia ‘Sunggi’. Wakul adalah sebuah perlambangan rakyat. Sebenarnya ada beberapa istilah ‘membawa’ dalam bahasa Jawa. Berikut istilah-istilahnya:

-          Nggowo = Membawa (menggunakan tangan)
-          Nyengkeweng = Membawa sesuatu tapi dengan menggunakan beberapa jarinya saja
-          Nggendong = Membawa sesuatu dengan cara digendong
-          Mbopong = Menuntun sesuatu karena yang dituntun (mungkin) lemah
-          Manggul = Menggendong sesuatu / seseorang di pundak
-          Nyunggi = Membawa sesuatu di atas kepala

Dalam lagu Gundul-Gundul Pacul, si pelaku yang tidk punya rambut itu Nyunggi Wakul, kenapa tidak dipanggul atau sekedar dibawa saja? sesuai yang saya jelaskan di atas, Wakul adalah perlambangan rakyat. Rakyat harus dijunjung diatas kepentingan sang pembawanya, dalam hal ini Si Gundul.
Terlebih, biasanya apa yang disimpan di dalam Wakul? Nasi. Itulah simbol rakyat dan kepentingan-kepentingan rakyat. Ia harus disunggi di atas kepentingan pribadi masig-masing pelaku politik. Dan, ingat, ketika Nyunggi wakul harus dengan ikhlas dan bertanggungjawab, karena jika sampai tidak ikhlas, maka Si Botak akan berjalan Gembelengan.

Gembelengan berarti sempohyongan. Pak Jokowi dan Pak Prabowo, jangan bangga dengan program-program yang telah kalian buat, jika program-program itu adalah proyek bagi anda, bukan untuk kebutuhan rakyat pada umumnya.
Mari kita lihat, siapa yang Menyunggi Wakul itu dengan Gembelengan. Siapaun yang melakukan hal itu pasti kentara. Wakul Ngelimpang, Segane Dadi Sak Latar. Jika sudah sempohyongan, Wakul akan terjatuh ke tanah, hingga nasi yang di dalamnya tercecer di atas tanah.

Mari kita lihat, apakah rakyat sudah terjatuh dan tercecer, tercerai-berai oleh kepentingan-kepentingan para elit politik masa kini? Di masa sekarang, mana yang lebih penting; memenangkan dirinya atau memenangkan kepentingan rakyat? Jika untuk rakyat, kenapa kami kalian buat terbelah. Oh, maaf, saya Disclaimer dulu. Mungkin Pak Jokowi dan Pak Prabowo berjuang agar rakyat memilih mereka karena mereka merasa mampu untuk dapat mewujudkan cita-cita rakyat. Bagus, mulia.

Tapi, kalau saya pribadi, saya tidak cukup berani untuk merasa seperti itu. Kembali kepada Falsafah Jawa, ‘Iso Ngrumungso, Ojo Rumongso Iso’.

Junjungan Cebong, dan junjungan kampret, ingat Gundul-Gundul Pacul. Siapapun yang membangkang pada majikan (rakyat) akan jatuh tersungkur tanah. Sekian dan terima gaji.


Thanks to Dinna Riani, who brings me into this topic
Candra,

0 komentar: