Jika kalian sempat membaca tulisanku kemarin, rencananya
hari ini aku akan membahas yang masih berhubungan dengan budaya dan kajian
tradisi lisan. Tapi setelah aku memikirkannya kembali, sepertinya untuk hari
ini, aku tidak membahas itu dulu. Ada satu hal yang mendesak untuk dituangkan
dalam tulisan. Ya ini masih ada hubungannya dengan mengusir kejenuhan disaat di
rumah saja.
Belakangan ini, aku suka sekali menonton channel youtube
Irfan Hakim. Entah ini karena subjektifitas preferensiku saja atau memang
karena banyak sekali variabel alam yang memanggil-manggil aku untuk pergi
berpetualang. Maklum saja, konten yang dihadirkan Irfan Hakim adalah konten
yang masih berkaitan dengan penghuni alam, ya satwa. Bagiku, mengetahui
informasi dan mengenalinya sungguh mengasyikkan. Terlebih, aku juga sangat
mengapresiasi dedikasi Irfan Hakim dalam memelihara dan mencintai satwa yang ia
adopsi di rumahnya. Dan aku membayangkan betapa tidak bosannya ia dengan
keadaan yang mengharuskan untuk berdiam di rumah saja. Karena rumahnya sudah
menyuguhkan berbagai komponen natural non manusia yang mana hanya dengan
melihatnya saja sudah bisa menghadirkan ketenangan jiwa dan pikiran. Terlepas
dari besarnya pengeluaran untuk tanggungjawabnya demi menjaga keseimbangan
hidup seluruh komponen yang ada di rumah itu.
Memang benar, semua jiwa pasti membutuhkan pelarian dari
kepenatan. Entah dengan mendaki gunung, bermain dengan peliharaan, atau apapun
caranya. Setiap individu punya caranya masing-masing. Atau mungkin saja ada
yang hanya dengan bermain game di layar pintar sudah bisa membuat penatnya pensiun.
Tapi, aku sendiri rupanya memang harus menemukan pelarian yang berhubungan
dengan alam.
Semenjak melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia, aku
tahu kalau kepenatan pasti sering menyambangiku. Selain bahan bacaan yang
segudang, tugas juga pasti menumpuk setinggi omongan teman. Sudah pasti, mata
dan badan akan lebih sering berada di depan laptop, hingga batas kemampuan
fisik dan pikiran berteriak ingin rebahan. Tantangan perkuliahan itulah yang
membuatku berpikir bahwa pelarian dari kepenatan yang dihasilkannya harus ada. Ya,
akhirnya aku memilih membuat aquascape.
Aku merasakan sendiri bahwasannya untuk merasakan dan menikmati sesuatu yang indah itu tidak mudah. Membuat aquascape sangatlah
susah, padahal aquarium yang aku gunakan tidaklah besar, hanya 30cm. namun
tentu saja aku harus memilih ikan apa yang cocok dan mereka bisa merasa nyaman
dengan landscape-nya. Dan juga, aku harus memikirkan landscape dan model apa
yang proporsional dengan aquarium yang kecil. Tumbuhan air apa saja yang harus
ada. Dan yang paling susah adalah menjaga ekosistem tanaman dan ikannya agar
tetap bisa hidup. Bagiku yang masih pemula, aku sangat puas dengan hasil yang
aku ciptakan.
Sejak saat itu, disela-sela mengerjakan tugas, aku sempatkan untuk menatap miniatur dunia lautan yang ada di kamar. Rasanya segar dan enak saat menatapnya. Hingga akhirnya ada cacing pipih yang muncul di dinding kaca aquarium. Banyak sekali. Muncul juga keong-keong yang tak diundang. Banyak juga. Setelah aku pelajari, cacing-cacing itu muncul dari bekas-bekas sisa makanan. Pasti ada yang berpikir, jika di aquarium biasa, walaupun masih ada sisa makanan, kenapa tidak menjadi cacing? Jawabannya adalah karena aquascape merupakan replika ekosistem laut atau sungai, tentu saja lahirnya alien-alien itu sangat memungkinkan. Untuk menciptakan tiruan alam itu kita memang menggunakan yang namanya bactery starter yang ditanam di lapisan bawah tanah malang (tanah untuk aquascape). Jadi bactery inilah yang membuat tumbuhan juga hidup, dan menghidupkan yang tak perlu hidup, seperti cacing pipih. Kedua, keong muncul darimana? Keong muncul dari sisa-sisa kotoran yang dibawa oleh tumbuhan. Jadi mungkin saja waktu aku meletakkannya di aquarium, tumbuhan itu belum benar-benar bersih. Dan siput yang awalnya hanya satu dua itu berubah menjadi ratusan. Karena sifat siput yang tidak perlu kawin. Sehingga sangat mengganggu pemandangan.
Akhirnya aku pun membongkar aquascapeitu karena alien-alien
yang muncul mengganggu ikan dan udang
yang ada di dalam. Dan mengganggu tanaman-tanaman airku.
Aku gagal, padahal aquascape sangat cantik L
Akhirnya aku mencari pelarian baru. Ya, memelihara cupang. Awalnya
aku mempelajari jenis-jenis cupang. Dan memutuskan untuk memelihara dua ikan
cupang, jantan dan betina, jenisnya plakat nemo. Dua cupang itu niatnya hanya
menjadi pelarian saat jenuh, tapi karena mungkin rasa ingin tahuku terhadap
ikan ini, aku sampai pada tahap mempelajari bagaimana mengawinkan cupang. Hingga
akhirnya aku kawinkan indukan tersebut. Dan sekarang sudah ada sekitar 30-an
ekor cupang yang ukurannya sudah lumayan gede.
Sebenarnya dalam sekali kawin, ikan cupang dapat bertelur
sampai 500 butir. Saat itu, aku mengkawinkan 2 pasang, kira-lira ada 1000
butir. Memang sangat banyak saat itu. Dan anak cupang ini harus diberi makan
setiap hari, mulai saat usia ikannya empat hari dari menetas. Dan kesalahanku
adalah, ada satu hari yang tidak ku beri makan karena pergi ke Bandung. Alhasil,
banyak sekali burayak yang mati. Hingga sampai seleksi alam, dan menyisakan
30-an ekor. Sedih…..
Sampai sekarang, aku sering sekali menyambangi cupangku. Sering-sering
aku tengok, dan lihat.
Biasanya jariku aku tepukkan ke aquarium, dan semua
cupang itu langsung berkumpul. Itu cara ku melepas kepenatan.
Entah ini sampai berapa lama lagi, yang jelas, aku sudah
rindu berpetualang. Sekian.
0 komentar: